Senin, 11 Maret 2013

Kujang Diusulkan Jadi Warisan Dunia

TIM Gugus Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Budaya Jabar berencana mengusulkan Kujang sebagai warisan budaya dunia (world heritage).
Demikian diungkapkan Ketua Gugus HaKI Budaya Jabar, Boeki Wikagoe di sela-sela diskusi pengusulan budaya Jabar sebagai warisan budaya dunia di Operation Room Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar, Jln. Martadinata Bandung, Jumat (20/7). Kujang dipilih karena sudah menjadi lambang masyarakat Sunda, bahkan lambang pemerintah Jabar. "Namun sebelum diajukan sebagai warisan dunia, perlu ada kajian terlebih dulu. Harus dilindungi dulu sebagai hak kekayaan intelektual," tandasnya.
Menurut Boeki, pengusulan Kujang sebagai world heritage harus dilakukan terus-menerus karena UNESCO akan mengakui satu kebudayaan salah satu negara setiap tahunnya. Artinya, setiap daerah harus berkompetisi untuk mendaftarkan warisan dunianya, termasuk Jabar. "Sebelum ke arah sana, kita perkuat datanya dan melakukan inventarisasi serta pengkajian tentang Kujang, kemudian didaftarkan ke Kemenhum HAM untuk mendapatkan perlindungan secara HaKI," ujarnya.
Mendukung
Staf ahli gubernur, Dede Mariana menyebutkan, pada prinsipnya Pemprov Jabar mendukung pengusulan Kujang sebagai warisan dunia kepada UNESCO. Namun sebelumnya harus ada perlindungan secara budaya, sekalipun prosesnya cukup panjang. "Saya minta Tim Gugus HaKI bisa berkomunikasi dengan elemen lain. Jangan sampai ada budaya Sunda, termasuk artefaknya diambil dan diakui daerah dan negara lain," ujarnya.
Dede pun meminta, jangan hanya kebendaan, idiom - idiom kesundaan pun harus diakui. Khusus untuk Kujang, harus segera mencari pandai besi yang bisa membuatnya, termasuk orang yang bisa menggali dan mengkaji nilai filosofinya. "Bagaimanapun nilai-nilai filosofi Kujang harus diangkat sebagai bahan kajian dan penelitian," ujarnya.
Sementara Aris Kurniawan, yang melakukan penelitian terhadap Kujang selama 7 tahun menyebutkan, Kujang sangat layak didaftarkan sebagai warisan budaya dunia. Selain sudah digunakan masyarakat Sunda sejak dulu, Kujang juga menjadi lambang pemerintah Jabar. "Kujang berhak digunakan masyarakat Sunda sebagai penjaga jati diri serta ageman masyarakat Sunda yang telah memiliki atikan Sunda dan keilmuan lainnya," ujarnya.
Dikatakan Aris, Kujang dalam kaidah keilmuan termasuk dalam kategori wesi aji atau tosa aji. Kedudukan tosan aji berada di atas senjata atau perkakas. Bahkan menurut beberapa sumber, tosan aji mengandung pengertian dasar besi yang dimuliakan, diagungkan atau disakralkan. "Namun sayang, masyarakat Sunda tidak mengetahui makna Kujang secara menyeluruh. Bahkan Kujang disamakan dengan senjata atau perkakas lainnya," tandasnya.
Padahal Kujang diciptakan guru tempa, yakni setingkat empu pencipta keris. Dalam beberapa sumber, ada sejumlah nama empu dari zaman Pajajaran. Seperti Empu Windu Sarpa Dewa (Pajajaran Mangkuhan/Pajajaran awal), Empu Ni Mbok Sombro, Empu Kuwung serta Empu Loning. "Biasanya pembuatan Kujang ini memakan waktu lama dikarenakan kepentingan simbolis dan memasukkan nilai-nilai luhur di dalamnya," ujarnya.Aris pun menyabutkan, ada 30 varian Kujang yang berhasil diungkap dan diteliti. Menurutnya, dalam satu varian ada puluhan subvarian, namun belum bisa diungkap seluruhnya. "Ini yang harus menjadi kajian bersama," tandasnya.
Piwejang
Aris pun mempertanyakan arti Kujang. Ada yang menyebutnya, kukuh kana piwejang. Padahal berdasarkan morfologi, bentuk perupaan Kujang berasal atau substansi bentuk manusia dan burung. Bentuk esensi atau substansi manusia merupakan simbol dari ajaran jati diri atau ka diri, yang merupakan manifestasi wujud penciptaan mahkluk yang paling sempurna. Sementara bentuk esensi burung merupakan orientasi atau implementasi dari jati diri (ilmu) yang menuju pencerahan atau wilayah inti. "Penamaan manuk sebagai lambang kedaulatan negara kemudian disilipkeun dalam bentuk burung sebagai perupaan saja," ujarnya.

Tidak ada komentar: