TIM Gugus Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI) Budaya Jabar berencana mengusulkan Kujang sebagai warisan budaya
dunia (world heritage).
Demikian diungkapkan Ketua Gugus HaKI
Budaya Jabar, Boeki Wikagoe di sela-sela diskusi pengusulan budaya Jabar
sebagai warisan budaya dunia di Operation Room Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Jabar, Jln. Martadinata Bandung, Jumat (20/7). Kujang dipilih
karena sudah menjadi lambang masyarakat Sunda, bahkan lambang
pemerintah Jabar. "Namun sebelum diajukan sebagai warisan dunia, perlu
ada kajian terlebih dulu. Harus dilindungi dulu sebagai hak kekayaan
intelektual," tandasnya.
Menurut Boeki, pengusulan Kujang sebagai
world heritage harus dilakukan terus-menerus karena UNESCO akan
mengakui satu kebudayaan salah satu negara setiap tahunnya. Artinya,
setiap daerah harus berkompetisi untuk mendaftarkan warisan dunianya,
termasuk Jabar. "Sebelum ke arah sana, kita perkuat datanya dan
melakukan inventarisasi serta pengkajian tentang Kujang, kemudian
didaftarkan ke Kemenhum HAM untuk mendapatkan perlindungan secara HaKI,"
ujarnya.
Mendukung
Staf ahli gubernur, Dede Mariana
menyebutkan, pada prinsipnya Pemprov Jabar mendukung pengusulan Kujang
sebagai warisan dunia kepada UNESCO. Namun sebelumnya harus ada
perlindungan secara budaya, sekalipun prosesnya cukup panjang. "Saya
minta Tim Gugus HaKI bisa berkomunikasi dengan elemen lain. Jangan
sampai ada budaya Sunda, termasuk artefaknya diambil dan diakui daerah
dan negara lain," ujarnya.
Dede pun meminta, jangan hanya
kebendaan, idiom - idiom kesundaan pun harus diakui. Khusus untuk
Kujang, harus segera mencari pandai besi yang bisa membuatnya, termasuk
orang yang bisa menggali dan mengkaji nilai filosofinya. "Bagaimanapun
nilai-nilai filosofi Kujang harus diangkat sebagai bahan kajian dan
penelitian," ujarnya.
Sementara Aris Kurniawan, yang melakukan
penelitian terhadap Kujang selama 7 tahun menyebutkan, Kujang sangat
layak didaftarkan sebagai warisan budaya dunia. Selain sudah digunakan
masyarakat Sunda sejak dulu, Kujang juga menjadi lambang pemerintah
Jabar. "Kujang berhak digunakan masyarakat Sunda sebagai penjaga jati
diri serta ageman masyarakat Sunda yang telah memiliki atikan Sunda dan
keilmuan lainnya," ujarnya.
Dikatakan Aris, Kujang dalam kaidah
keilmuan termasuk dalam kategori wesi aji atau tosa aji. Kedudukan tosan
aji berada di atas senjata atau perkakas. Bahkan menurut beberapa
sumber, tosan aji mengandung pengertian dasar besi yang dimuliakan,
diagungkan atau disakralkan. "Namun sayang, masyarakat Sunda tidak
mengetahui makna Kujang secara menyeluruh. Bahkan Kujang disamakan
dengan senjata atau perkakas lainnya," tandasnya.
Padahal Kujang diciptakan guru tempa,
yakni setingkat empu pencipta keris. Dalam beberapa sumber, ada sejumlah
nama empu dari zaman Pajajaran. Seperti Empu Windu Sarpa Dewa
(Pajajaran Mangkuhan/Pajajaran awal), Empu Ni Mbok Sombro, Empu Kuwung
serta Empu Loning. "Biasanya pembuatan Kujang ini memakan waktu lama
dikarenakan kepentingan simbolis dan memasukkan nilai-nilai luhur di
dalamnya," ujarnya.Aris pun menyabutkan, ada 30 varian Kujang yang
berhasil diungkap dan diteliti. Menurutnya, dalam satu varian ada
puluhan subvarian, namun belum bisa diungkap seluruhnya. "Ini yang harus
menjadi kajian bersama," tandasnya.
Piwejang
Aris pun mempertanyakan arti Kujang. Ada
yang menyebutnya, kukuh kana piwejang. Padahal berdasarkan morfologi,
bentuk perupaan Kujang berasal atau substansi bentuk manusia dan burung.
Bentuk esensi atau substansi manusia merupakan simbol dari ajaran jati
diri atau ka diri, yang merupakan manifestasi wujud penciptaan mahkluk
yang paling sempurna. Sementara bentuk esensi burung merupakan orientasi
atau implementasi dari jati diri (ilmu) yang menuju pencerahan atau
wilayah inti. "Penamaan manuk sebagai lambang kedaulatan negara kemudian
disilipkeun dalam bentuk burung sebagai perupaan saja," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar