Karinding merupakan salah satu alat musik tiup tradisional Sunda. Ada beberapa tempat yang biasa membuat karinding, seperti di lingkung Citamiang, Pasirmukti, (Tasikmalaya), Lewo Malangbong, (Garut), dan Cikalongkulon (Cianjur) yang dibuat dari pelepah kawung (enau). Di Limbangan dan Cililin karinding dibujat dari bambu, dan yang menggunakannya adalah para perempuan, dilihat dari bentuknya saperti tusuk biar mudah ditusukan di sanggul rambut.
Dann bahan enau kebanyakan dipakai oleh lelaki, bentuknya lebih pendek
biar bisa diselipkan dalam wadah rokok. Bentuk karinding ada tiga ruas.
kesenian sunda ini untuk menambah wawasan dan lebih mengetahui kita tentang kebudayaan-kebudayaan sunda
Senin, 11 Maret 2013
Karinding Attack, Band Yang Melestarikan Budaya Sunda
Karinding, Seni Sunda Yang Menggeliat. Pada awalnya saya mengenal alat
musik sunda itu, suling, gamelan, calung, angklung dan kendang. Ternyata
masih banyak khazanah kesenian dan alat-alat musik sunda yang beredar
tetapi tidak terpublikasi dan tidak diajarkan sewaktu sekolah. Saat ini,
ada suatu group musik underground dan lumayan keren yang menggunakan
alat musik ini sebagai alat musik utama. yaitu ‘Karinding Attack”.
Karinding sendiri terbuat dari bambu tua dan kering atau dari pelepah
aren, alat musik tradisional yang dikategorikan sebagai permainan rakyat
ini konon sudah ada di tanah Sunda sejak 300 tahun lalu. Karinding
hanya bisa dimainkan dalam satu kunci nada yang dibunyikannya dengan
meniup dan menggerakan bagian ujung.
"Jika hanya kunci F maka F saja, jika kunci G ya G saja," jelas Dedi (42) dari Komunitas Hong dalam workshop karinding di even Bandung Kotaku Hijau, Lapangan Tegallega dari Sabtu-Minggu (2-3/8/2008).
Jika akan memainkan nada lainnya, lanjut Dedi, pemain karinding cukup mengatur pernafasan.
sebenarnya sekarang banyak kelompok Karinding semakin bertebaran. Namun, kebanyakan semua kelompok Karinding kurang mensosialisasikan alat musik yang cukup unik tersebut atau hanya dijadikan suatu hobi saja. namun, ditengah hal tersebut "Karinding Attack" muncull sebagai grup musik yang mensosialisasikan alat musik karinding dan membawa warna baru pada musik tradisional ini. Kerinding Attack menyatukan musik Karinding dengan musik Metal atau cadas. Sehingga timbul suatu musik yang unik yang enak didengar. Karinding Attack sendiri lebih memilih berkolaborasi dengan musik Metal karena background para personilnya yang berasal dari band-band metal yang cukup terkenal di Kota Bandung seperti "Man Jasad". berikut personil dari Karinding Attack:
Iman Zimbot : Toleat, Suling, Voice
Man Jasad : Karinding and voice
Mang Utun : Karinding
Kimung Core : Karinding and Celempung
Ameng GB : Karinding
Hendra : Karinding and Celempung
Okid Gugat : Karinding
Wisnu Jawis : Karinding
"Jika hanya kunci F maka F saja, jika kunci G ya G saja," jelas Dedi (42) dari Komunitas Hong dalam workshop karinding di even Bandung Kotaku Hijau, Lapangan Tegallega dari Sabtu-Minggu (2-3/8/2008).
Jika akan memainkan nada lainnya, lanjut Dedi, pemain karinding cukup mengatur pernafasan.
sebenarnya sekarang banyak kelompok Karinding semakin bertebaran. Namun, kebanyakan semua kelompok Karinding kurang mensosialisasikan alat musik yang cukup unik tersebut atau hanya dijadikan suatu hobi saja. namun, ditengah hal tersebut "Karinding Attack" muncull sebagai grup musik yang mensosialisasikan alat musik karinding dan membawa warna baru pada musik tradisional ini. Kerinding Attack menyatukan musik Karinding dengan musik Metal atau cadas. Sehingga timbul suatu musik yang unik yang enak didengar. Karinding Attack sendiri lebih memilih berkolaborasi dengan musik Metal karena background para personilnya yang berasal dari band-band metal yang cukup terkenal di Kota Bandung seperti "Man Jasad". berikut personil dari Karinding Attack:
Iman Zimbot : Toleat, Suling, Voice
Man Jasad : Karinding and voice
Mang Utun : Karinding
Kimung Core : Karinding and Celempung
Ameng GB : Karinding
Hendra : Karinding and Celempung
Okid Gugat : Karinding
Wisnu Jawis : Karinding
Pembuatan gendang
Kendang yang baik terbuat dari kayu nangka, kelapa atau cempedak. Kulit kerbau sering digunakan untuk bam (permukaan bagian yang memancarkan ketukan bernada rendah) sedangkan kulit kambing digunakan untuk chang (permukaan luar yang memancarkan ketukan bernada tinggi). Pada tali kulit yang berbentuk "Y" atau tali rotan,
yang dapat dikencangkan atau dikendurkan untuk mengubah nada dasar.
Semakin kencang tarikan kulitnya, maka semakin tinggi pula suara yang
dihasilkannya.
Kendang
Kendang, kendhang, atau gendang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah
yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini
dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu. Jenis kendang yang kecil
disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan
ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang
kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu
atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk
kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan
lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu
lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda nuansanya.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda nuansanya.
Suling
Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu atau terbuat dari bambu. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.
Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas atau campuran keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak.
Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes.
Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan dirintis oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model menengah ke atas dan profesional.
Suling open-holed, juga biasa disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil menguasai penempatan jari yang sangat tepat.
Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah.
Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas atau campuran keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak.
Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes.
Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan dirintis oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model menengah ke atas dan profesional.
Suling open-holed, juga biasa disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil menguasai penempatan jari yang sangat tepat.
Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah.
Alat Musik CELEMPUNG / CELEMPUNG Music Instruments
kenalan yu sama alat musik Celempung, Celempung adalah alat musik yg
terbuat dari bambu yang memanfaatkan gelombang resonansi yang ada dalam
ruas batang bambu.nah Cara memainkan alat musik ini ada dua cara loh,
yaitu dgn cara memukul kedua alur sembilu dipukul secara bergantian
tergantung kepada ritme2 dan suara yang diinginkan sipemain musik
tersebut dan cara pengolahan suaranya Yaitu tangan kiri dipergunakan
mengolah suara untuk mengatur besar kecilnya udara yang keluar dari
badan celempung atau bungbung.Celempung ini berasal dari Jawa Barat…yu
kita belajar cara memainkannya bersama-sama kawan…:)
“…KUJANG Simbol PUSAKA Kerajaan GALUH PADJAJARAN dan Masyarakat SUNDA Jawa Barat…”
Kujang adalah senjata tradisional unik dari Jawa barat khususnya Kerajaan Sunda Galuh Padjajaran yang mulai dibuat sekitar abad 8 atau 9 Masehi, yang pada awalnya merupakan alat pertanian.
Namun kemudian Kujang
berkembang menjadi sebuah benda yang bernilai simbolik dan sakral.
Wujud baru tersebut yang kita kenal saat ini, diperkirakan lahir antara
abad 9 – 12 Masehi.
Kujang merupakan Pusaka andalan Kerajaan Galuh Padjajaran,
yang menjadi pegangan raja-raja besar Galuh Padjajaran, yang
diantaranya adalah : Prabu Lingga Buana, Prabu Niskala Wastu Kencana,
Prabu Dewa Niskala, Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, Prabu
Surawisesa Jaya Prakosa dan seluruh raja-raja Sunda.
Kujang merefleksikan
ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan, sekaligus juga melambangkan
kekuatan, keberanian untuk melindungi diri dan hal kebenaran. Menjadi
ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan
maupun cindera mata. Beberapa peneliti menyatakan istilah Kujang berasal dari kata KUDIHYANG (Kudi dan Hyang) Kudi berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti kekuatan gaib Sakti.
Sedangkan Hyang bermakna Dewa. Bagi masyarakat Sunda bahkan lebih tinggi, dimana Hyang bermakna di atas Dewa. Hal ini tercermin dalam ajaran “ Desa Prebakti ” dalam naskah “ Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian ” disebutkan “ Dewa Bakti di Hyang ”. Maka secara umum Kujang adalah Pusaka yang mempunyai kekuatan gaib sakti yang berasal dari para Dewa (Hyang).
Kujang Diusulkan Jadi Warisan Dunia
TIM Gugus Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI) Budaya Jabar berencana mengusulkan Kujang sebagai warisan budaya
dunia (world heritage).
Demikian diungkapkan Ketua Gugus HaKI
Budaya Jabar, Boeki Wikagoe di sela-sela diskusi pengusulan budaya Jabar
sebagai warisan budaya dunia di Operation Room Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Jabar, Jln. Martadinata Bandung, Jumat (20/7). Kujang dipilih
karena sudah menjadi lambang masyarakat Sunda, bahkan lambang
pemerintah Jabar. "Namun sebelum diajukan sebagai warisan dunia, perlu
ada kajian terlebih dulu. Harus dilindungi dulu sebagai hak kekayaan
intelektual," tandasnya.
Menurut Boeki, pengusulan Kujang sebagai
world heritage harus dilakukan terus-menerus karena UNESCO akan
mengakui satu kebudayaan salah satu negara setiap tahunnya. Artinya,
setiap daerah harus berkompetisi untuk mendaftarkan warisan dunianya,
termasuk Jabar. "Sebelum ke arah sana, kita perkuat datanya dan
melakukan inventarisasi serta pengkajian tentang Kujang, kemudian
didaftarkan ke Kemenhum HAM untuk mendapatkan perlindungan secara HaKI,"
ujarnya.
Mendukung
Staf ahli gubernur, Dede Mariana
menyebutkan, pada prinsipnya Pemprov Jabar mendukung pengusulan Kujang
sebagai warisan dunia kepada UNESCO. Namun sebelumnya harus ada
perlindungan secara budaya, sekalipun prosesnya cukup panjang. "Saya
minta Tim Gugus HaKI bisa berkomunikasi dengan elemen lain. Jangan
sampai ada budaya Sunda, termasuk artefaknya diambil dan diakui daerah
dan negara lain," ujarnya.
Dede pun meminta, jangan hanya
kebendaan, idiom - idiom kesundaan pun harus diakui. Khusus untuk
Kujang, harus segera mencari pandai besi yang bisa membuatnya, termasuk
orang yang bisa menggali dan mengkaji nilai filosofinya. "Bagaimanapun
nilai-nilai filosofi Kujang harus diangkat sebagai bahan kajian dan
penelitian," ujarnya.
Sementara Aris Kurniawan, yang melakukan
penelitian terhadap Kujang selama 7 tahun menyebutkan, Kujang sangat
layak didaftarkan sebagai warisan budaya dunia. Selain sudah digunakan
masyarakat Sunda sejak dulu, Kujang juga menjadi lambang pemerintah
Jabar. "Kujang berhak digunakan masyarakat Sunda sebagai penjaga jati
diri serta ageman masyarakat Sunda yang telah memiliki atikan Sunda dan
keilmuan lainnya," ujarnya.
Dikatakan Aris, Kujang dalam kaidah
keilmuan termasuk dalam kategori wesi aji atau tosa aji. Kedudukan tosan
aji berada di atas senjata atau perkakas. Bahkan menurut beberapa
sumber, tosan aji mengandung pengertian dasar besi yang dimuliakan,
diagungkan atau disakralkan. "Namun sayang, masyarakat Sunda tidak
mengetahui makna Kujang secara menyeluruh. Bahkan Kujang disamakan
dengan senjata atau perkakas lainnya," tandasnya.
Padahal Kujang diciptakan guru tempa,
yakni setingkat empu pencipta keris. Dalam beberapa sumber, ada sejumlah
nama empu dari zaman Pajajaran. Seperti Empu Windu Sarpa Dewa
(Pajajaran Mangkuhan/Pajajaran awal), Empu Ni Mbok Sombro, Empu Kuwung
serta Empu Loning. "Biasanya pembuatan Kujang ini memakan waktu lama
dikarenakan kepentingan simbolis dan memasukkan nilai-nilai luhur di
dalamnya," ujarnya.Aris pun menyabutkan, ada 30 varian Kujang yang
berhasil diungkap dan diteliti. Menurutnya, dalam satu varian ada
puluhan subvarian, namun belum bisa diungkap seluruhnya. "Ini yang harus
menjadi kajian bersama," tandasnya.
Piwejang
Aris pun mempertanyakan arti Kujang. Ada
yang menyebutnya, kukuh kana piwejang. Padahal berdasarkan morfologi,
bentuk perupaan Kujang berasal atau substansi bentuk manusia dan burung.
Bentuk esensi atau substansi manusia merupakan simbol dari ajaran jati
diri atau ka diri, yang merupakan manifestasi wujud penciptaan mahkluk
yang paling sempurna. Sementara bentuk esensi burung merupakan orientasi
atau implementasi dari jati diri (ilmu) yang menuju pencerahan atau
wilayah inti. "Penamaan manuk sebagai lambang kedaulatan negara kemudian
disilipkeun dalam bentuk burung sebagai perupaan saja," ujarnya.
Kujang Pusaka Jati Diri Kisunda
Dalam wacana dan khasanah kebudayaan
Nusantara. Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa
Barat (Sunda) dan mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan
bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang.
Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang
artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat,
sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari
bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang
digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakannya di
dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah, atau dengan
meletakannya diatas tempat tidur. (Hazeu, 1904: 405-406)
Sedangkan Hyang dapat disejajarkan
dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat
Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan diatas Dewa, hal ini tercermin
di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang terdapat dalam naskah Sangyang
Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang.”
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian
sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para
Dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata sejak dahulu hingga saat ini
Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat
Jawa Barat (Sunda).
Sebagai lambang atau simbol dengan
nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai
sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta
pemerintahan; di samping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah
nama dari berbagai organisasi, kesatuan, dan tentunya dipakai pula oleh
Pemda Propinsi Jawa Barat.
Kujang; Ajimat Raja Pasundan
Sebagai
informasi gratis mengenai senjata tradisional masyarakat budaya
Indonesia kedua adalah Kujang, ya kujang adalah salah satu senjata
tradisional masyarakat sunda, yang memiliki nilai budaya yang cukup
diperhitungkan oleh para pengamat budaya. Kujang satu-satunya senjata
yang hanya dimiliki oleh masyarakat sunda, untuk itu marilah kita
ketahui lebih jauh senjata yang satu ini.
Dengan tetap menyisip pesan; tersaji bukan untuk dipuji apalagi dihina melainkan tersaji untuk diketahui dan diperbaiki.
Dari
judulnya sudah terbersit dalam ingatan bahwa kujang adalah senjata
tradisional provinsi Jawa Barat. Senjata ini kenapa dikenal dengan nama
Kujang, karena hampir mirip Bentuknya dengan sabit atau celurit. Namun,
ada kelainan pada bagian punggungnya yang berlubang. Mulanya senjata ini
dipergunakan pada abad ke-4 sebagai alat kebutuhan pertanian. Akan
tetapi pada pada abad ke-9 masehi, nilai kujang menjadi sakral. Pada
masa ini, kujang dipergunakan sebagai senjata pusaka oleh Raja-raja di
tanah Pasundan. Senjata ini diyakini memiliki kekuatan magis, dan
sanggup memberi wibawa dan kesaktian bagi pemiliknya.
Kujang
adalah senjata yang penuh dengan misteri. Dikatakan demikian karena
banyak yang meyakini di dalam Kujang terdapat sebuah kekuatan magis dan
sakral. Bagi kebanyakan orang-orang Sunda, Kujang dianggap tak
sekadar senjata biasa. Melainkan senjata yang memiliki “kekuatan lain”
di luar nalar manusia. Bagi orang-orang Sunda yang tak meyakini adanya
kekuatan lain (gaib) dibalik Kujang pun, pasti akan memperlakukan Kujang
dengan istimewa. Setidaknya menghargai Kujang sebagai hiasan rumah,
bahkan cinderamata. Di sinilah nilai kewibawaan senjata Kujang
dibuktikan.
Kujang
memang memiliki nilai-nilai filosofi bagi orang-orang Sunda Kuno. Dan
proses penciptaannya sangat berkait erat dengan kebutuhan akan kekuatan
lain dari sebuah senjata. Muasal Kujang sendiri sebenarnya terinspirasi
dari sebuah alat kebutuhan pertanian. Alat ini telah dipergunakan secara
luas pada abad ke-4 sampai dengan abadke-7 Masehi. Ketika itu bentuknya
lebih mendekati figure arit atau celurit. Barulah pada abad ke-9, wujud
Kujang mulai berwujud seperti yang kita lihat sekarang. Sejak itulah
image masyarakat soal Kujang telah berubah.
Azimat Raja-Raja
Nilai Kujang
sebagai sebuah jimat atau azimat, pertama kali muncul dalam sejarah
Kerajaan Padjadjaran Makukuhan. Tepatnya pada masa pemerintahan Prabu
Kudo Lalean. Sejak itu, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para
raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan
kesaktian. Suatu ketika, Kudo Lalean tengah melakukan tapa brata di
suatu tempat. Tiba-tiba sang prabu mendapat ilham untuk mendesain ulang
bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.
Kujang (Senjata Tradisional Orang Sunda)
Jawa adalah salah satu dari 5 pulau
besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya pulau ini tidak hanya merupakan
“daerah asal” orang Jawa semata karena di sana ada orang Sunda yang
berdiam di bagian barat Pulau Jawa (Jawa Barat). Mereka (orang Sunda)
mengenal atau memiliki senjata khas yang disebut sebagai kujang. Konon,
bentuk dan nama senjata ini diambil dari rasa kagum orang Sunda terhadap
binatang kud hang atau kidang atau kijang yang gesit, lincah, bertanduk
panjang dan bercabang, sehingga membuat binatang lain takut.
Apabila
dilihat dari bentuk dan ragamnya, kujang dapat dibedakan menjadi
beberapa macam, yaitu: (1) kujang ciung (kujang yang bentuknya
menyerupai burung ciung); (2) kujang jago (kujang yang bentuknya
menyerupai ayam jago); (3) kujang kuntul (kujang yang bentuknya
menyerupai burung kuntul); (4) kujang bangkong (kujang yang bentuknya
menyerupai bangkong (kodok)); (5) kujang naga (kujang yang bentuknya
menyerupai ular naga); (6) kujang badak (kujang yang bentuknya
menyerupai badak); dan (6) kudi (pakarang dengan bentuk yang menyerupai
kujang namun agak “kurus”). Sedangkan, apabila dilihat dari fungsinya
kujang dapat pula dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: (1) kujang
sebagai pusaka (lambang keagungan seorang raja atau pejabat kerajaan);
(2) kujang sebagai pakarang (kujang yang berfungsi sebagai senjata untuk
berperang); (3) kujang sebagai pangarak (alat upacara); dan (4) kujang
pamangkas (kujang yang berfungsi sebagai alat dalam pertanian untuk
memangkas, nyacar, dan menebang tanaman).
Struktur Kujang
Sebilah
kujang yang tergolong lengkap umumnya terdiri dari beberapa bagian,
yaitu: (1) papatuk atau congo, yaitu bagian ujung yang runcing yang
digunakan untuk menoreh atau mencungkil; (2) eluk atau siih, yaitu
lekukan-lekukan pada badan kujang yang gunanya untuk mencabik-cabik
tubuh lawan; (3) waruga yaitu badan atau wilahan kujang; (4) mata[1],
yaitu lubang-lubang kecil yang terdapat pada waruga yang jumlahnya
bervariasi, antara 5 hingga 9 lubang. Sebagai catatan, ada juga kujang
yang tidak mempunyai mata yang biasa disebut sebagai kujang buta; (5)
tonggong, yaitu sisi tajam yang terdapat pada bagian punggung kujang;
(6) tadah, yaitu lengkung kecil pada bagian bawah perut kujang; (7)
paksi, yaitu bagian ekor kujang yang berbentuk lancip; (8) selut, yaitu
ring yang dipasang pada ujung gagang kujang; (9) combong, yaitu lubang
yang terdapat pada gagang kujang; (10) ganja atau landaian yaitu sudut
runcing yang mengarah ke arah ujung kujang; (11) kowak atau sarung
kujang yang terbuat dari kayu samida yang memiliki aroma khas dan dapat
menambah daya magis sebuah kujang; dan (12) pamor berbentuk garis-garis
(sulangkar) atau bintik-bintik (tutul) yang tergambar di atas waruga
kujang. Sulangkar atau tutul pada waruga kunjang, disamping sebagai
penambah nilai artistik juga berfungsi untuk menyimpan racun
sejarah kujang
Nilai Kujang sebagai sebuah jimat atau azimat, pertama kali muncul
dalam sejarah Kerajaan Padjadjaran Makukuhan dan Panjalu. Tepatnya pada
masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean(disebut juga Prabu Kuda Lelean di
tanah Sunda dan Kerajaan Panjalu Ciamis). Prabu Kuda Lelean / Kudo
lalean juga dikenal sebagai Hyang Bunisora dan Batara Guru di Jampang
karena menjadi seorang petapa atau resi yang mumpuni di Jampang
(Sukabumi).
Sejak itu, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian. Suatu ketika, Prabu Kudo Lalean tengah melakukan tapa brata di suatu tempat. Tiba-tiba sang prabu mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.
Sejak itu, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian. Suatu ketika, Prabu Kudo Lalean tengah melakukan tapa brata di suatu tempat. Tiba-tiba sang prabu mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.
Langganan:
Postingan (Atom)