Senin, 11 Maret 2013

Karinding

Karinding merupakan salah satu alat musik tiup tradisional Sunda. Ada beberapa tempat yang biasa membuat karinding, seperti di lingkung Citamiang, Pasirmukti, (Tasikmalaya), Lewo Malangbong, (Garut), dan Cikalongkulon (Cianjur) yang dibuat dari pelepah kawung (enau). Di Limbangan dan Cililin karinding dibujat dari bambu, dan yang menggunakannya adalah para perempuan, dilihat dari bentuknya saperti tusuk biar mudah ditusukan di sanggul rambut. Dann bahan enau kebanyakan dipakai oleh lelaki, bentuknya lebih pendek biar bisa diselipkan dalam wadah rokok. Bentuk karinding ada tiga ruas.

Karinding Attack, Band Yang Melestarikan Budaya Sunda

Karinding, Seni Sunda Yang Menggeliat. Pada awalnya saya mengenal alat musik sunda itu, suling, gamelan, calung, angklung dan kendang. Ternyata masih banyak khazanah kesenian dan alat-alat musik sunda yang beredar tetapi tidak terpublikasi dan tidak diajarkan sewaktu sekolah. Saat ini, ada suatu group musik underground dan lumayan keren yang menggunakan alat musik ini sebagai alat musik utama. yaitu  ‘Karinding Attack”. Karinding sendiri terbuat dari bambu tua dan kering atau dari pelepah aren, alat musik tradisional yang dikategorikan sebagai permainan rakyat ini konon sudah ada di tanah Sunda sejak 300 tahun lalu. Karinding hanya bisa dimainkan dalam satu kunci nada yang dibunyikannya dengan meniup dan menggerakan bagian ujung. 


"Jika hanya kunci F maka F saja, jika kunci G ya G saja," jelas Dedi (42) dari Komunitas Hong dalam workshop karinding di even Bandung Kotaku Hijau, Lapangan Tegallega dari Sabtu-Minggu (2-3/8/2008).
Jika akan memainkan nada lainnya, lanjut Dedi, pemain karinding cukup mengatur pernafasan.

sebenarnya sekarang banyak kelompok Karinding semakin bertebaran. Namun, kebanyakan semua kelompok Karinding kurang mensosialisasikan alat musik yang cukup unik tersebut atau hanya dijadikan suatu hobi saja. namun, ditengah hal tersebut "Karinding Attack" muncull sebagai grup musik yang mensosialisasikan alat musik karinding dan membawa warna baru pada musik tradisional ini. Kerinding Attack menyatukan musik Karinding dengan musik Metal atau cadas. Sehingga timbul suatu musik yang unik yang enak didengar. Karinding Attack sendiri lebih memilih berkolaborasi dengan musik Metal karena background para personilnya yang berasal dari band-band metal yang cukup terkenal di Kota Bandung seperti "Man Jasad". berikut personil dari Karinding Attack:

Iman Zimbot : Toleat, Suling, Voice
Man Jasad : Karinding and voice
Mang Utun : Karinding
Kimung Core : Karinding and Celempung
Ameng GB : Karinding
Hendra : Karinding and Celempung
Okid Gugat : Karinding
Wisnu Jawis : Karinding

Pembuatan gendang

Kendang yang baik terbuat dari kayu nangka, kelapa atau cempedak. Kulit kerbau sering digunakan untuk bam (permukaan bagian yang memancarkan ketukan bernada rendah) sedangkan kulit kambing digunakan untuk chang (permukaan luar yang memancarkan ketukan bernada tinggi). Pada tali kulit yang berbentuk "Y" atau tali rotan, yang dapat dikencangkan atau dikendurkan untuk mengubah nada dasar. Semakin kencang tarikan kulitnya, maka semakin tinggi pula suara yang dihasilkannya.

Kendang

Kendang, kendhang, atau gendang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu. Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda nuansanya.

Suling

Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu atau terbuat dari bambu. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.
Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas atau campuran keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak.
Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes.
Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan dirintis oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model menengah ke atas dan profesional.
Suling open-holed, juga biasa disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil menguasai penempatan jari yang sangat tepat.
Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah.

Alat Musik CELEMPUNG / CELEMPUNG Music Instruments

kenalan yu sama alat musik Celempung, Celempung adalah alat musik yg terbuat dari bambu yang memanfaatkan gelombang resonansi yang ada dalam ruas batang bambu.nah Cara memainkan alat musik ini ada dua cara loh, yaitu dgn cara memukul kedua alur sembilu dipukul secara bergantian tergantung kepada ritme2 dan suara yang diinginkan sipemain musik tersebut dan cara pengolahan suaranya Yaitu tangan kiri dipergunakan mengolah suara untuk mengatur besar kecilnya udara yang keluar dari badan celempung atau bungbung.Celempung ini berasal dari Jawa Barat…yu kita belajar cara memainkannya bersama-sama kawan…:)

“…KUJANG Simbol PUSAKA Kerajaan GALUH PADJAJARAN dan Masyarakat SUNDA Jawa Barat…”

Kujang adalah senjata tradisional unik dari Jawa barat khususnya Kerajaan Sunda Galuh Padjajaran yang mulai dibuat sekitar abad 8 atau 9 Masehi, yang pada awalnya merupakan alat pertanian.
Namun kemudian Kujang berkembang menjadi sebuah benda yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru tersebut yang kita kenal saat ini, diperkirakan lahir antara abad 9 – 12 Masehi.
Kujang merupakan Pusaka andalan Kerajaan Galuh Padjajaran, yang menjadi pegangan raja-raja besar Galuh Padjajaran, yang diantaranya adalah : Prabu Lingga Buana, Prabu Niskala Wastu Kencana, Prabu Dewa Niskala, Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, Prabu Surawisesa Jaya Prakosa dan seluruh raja-raja Sunda.
Kujang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan, sekaligus juga melambangkan kekuatan, keberanian untuk melindungi diri dan hal kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan maupun cindera mata. Beberapa peneliti menyatakan istilah Kujang berasal dari kata KUDIHYANG (Kudi dan Hyang) Kudi berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti kekuatan gaib Sakti.
Sedangkan Hyang bermakna Dewa. Bagi masyarakat Sunda bahkan lebih tinggi, dimana Hyang bermakna di atas Dewa. Hal ini tercermin dalam ajaran “ Desa Prebakti ” dalam naskah “ Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian ” disebutkan “ Dewa Bakti di Hyang ”. Maka secara umum Kujang adalah Pusaka yang mempunyai kekuatan gaib sakti yang berasal dari para Dewa (Hyang).

Kujang Diusulkan Jadi Warisan Dunia

TIM Gugus Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Budaya Jabar berencana mengusulkan Kujang sebagai warisan budaya dunia (world heritage).
Demikian diungkapkan Ketua Gugus HaKI Budaya Jabar, Boeki Wikagoe di sela-sela diskusi pengusulan budaya Jabar sebagai warisan budaya dunia di Operation Room Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar, Jln. Martadinata Bandung, Jumat (20/7). Kujang dipilih karena sudah menjadi lambang masyarakat Sunda, bahkan lambang pemerintah Jabar. "Namun sebelum diajukan sebagai warisan dunia, perlu ada kajian terlebih dulu. Harus dilindungi dulu sebagai hak kekayaan intelektual," tandasnya.
Menurut Boeki, pengusulan Kujang sebagai world heritage harus dilakukan terus-menerus karena UNESCO akan mengakui satu kebudayaan salah satu negara setiap tahunnya. Artinya, setiap daerah harus berkompetisi untuk mendaftarkan warisan dunianya, termasuk Jabar. "Sebelum ke arah sana, kita perkuat datanya dan melakukan inventarisasi serta pengkajian tentang Kujang, kemudian didaftarkan ke Kemenhum HAM untuk mendapatkan perlindungan secara HaKI," ujarnya.
Mendukung
Staf ahli gubernur, Dede Mariana menyebutkan, pada prinsipnya Pemprov Jabar mendukung pengusulan Kujang sebagai warisan dunia kepada UNESCO. Namun sebelumnya harus ada perlindungan secara budaya, sekalipun prosesnya cukup panjang. "Saya minta Tim Gugus HaKI bisa berkomunikasi dengan elemen lain. Jangan sampai ada budaya Sunda, termasuk artefaknya diambil dan diakui daerah dan negara lain," ujarnya.
Dede pun meminta, jangan hanya kebendaan, idiom - idiom kesundaan pun harus diakui. Khusus untuk Kujang, harus segera mencari pandai besi yang bisa membuatnya, termasuk orang yang bisa menggali dan mengkaji nilai filosofinya. "Bagaimanapun nilai-nilai filosofi Kujang harus diangkat sebagai bahan kajian dan penelitian," ujarnya.
Sementara Aris Kurniawan, yang melakukan penelitian terhadap Kujang selama 7 tahun menyebutkan, Kujang sangat layak didaftarkan sebagai warisan budaya dunia. Selain sudah digunakan masyarakat Sunda sejak dulu, Kujang juga menjadi lambang pemerintah Jabar. "Kujang berhak digunakan masyarakat Sunda sebagai penjaga jati diri serta ageman masyarakat Sunda yang telah memiliki atikan Sunda dan keilmuan lainnya," ujarnya.
Dikatakan Aris, Kujang dalam kaidah keilmuan termasuk dalam kategori wesi aji atau tosa aji. Kedudukan tosan aji berada di atas senjata atau perkakas. Bahkan menurut beberapa sumber, tosan aji mengandung pengertian dasar besi yang dimuliakan, diagungkan atau disakralkan. "Namun sayang, masyarakat Sunda tidak mengetahui makna Kujang secara menyeluruh. Bahkan Kujang disamakan dengan senjata atau perkakas lainnya," tandasnya.
Padahal Kujang diciptakan guru tempa, yakni setingkat empu pencipta keris. Dalam beberapa sumber, ada sejumlah nama empu dari zaman Pajajaran. Seperti Empu Windu Sarpa Dewa (Pajajaran Mangkuhan/Pajajaran awal), Empu Ni Mbok Sombro, Empu Kuwung serta Empu Loning. "Biasanya pembuatan Kujang ini memakan waktu lama dikarenakan kepentingan simbolis dan memasukkan nilai-nilai luhur di dalamnya," ujarnya.Aris pun menyabutkan, ada 30 varian Kujang yang berhasil diungkap dan diteliti. Menurutnya, dalam satu varian ada puluhan subvarian, namun belum bisa diungkap seluruhnya. "Ini yang harus menjadi kajian bersama," tandasnya.
Piwejang
Aris pun mempertanyakan arti Kujang. Ada yang menyebutnya, kukuh kana piwejang. Padahal berdasarkan morfologi, bentuk perupaan Kujang berasal atau substansi bentuk manusia dan burung. Bentuk esensi atau substansi manusia merupakan simbol dari ajaran jati diri atau ka diri, yang merupakan manifestasi wujud penciptaan mahkluk yang paling sempurna. Sementara bentuk esensi burung merupakan orientasi atau implementasi dari jati diri (ilmu) yang menuju pencerahan atau wilayah inti. "Penamaan manuk sebagai lambang kedaulatan negara kemudian disilipkeun dalam bentuk burung sebagai perupaan saja," ujarnya.

Kujang Pusaka Jati Diri Kisunda

Dalam wacana dan khasanah kebudayaan Nusantara. Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang.
Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah, atau dengan meletakannya diatas tempat tidur. (Hazeu, 1904: 405-406)
Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan diatas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang terdapat dalam naskah Sangyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang.”
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para Dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda).
Sebagai lambang atau simbol dengan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan; di samping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan, dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.

Kujang; Ajimat Raja Pasundan

Sebagai informasi gratis mengenai senjata tradisional masyarakat budaya Indonesia kedua adalah Kujang, ya kujang adalah salah satu senjata tradisional masyarakat sunda, yang memiliki nilai budaya yang cukup diperhitungkan oleh para pengamat budaya. Kujang satu-satunya senjata yang hanya dimiliki oleh masyarakat sunda, untuk itu marilah kita ketahui lebih jauh senjata yang satu ini.
Dengan tetap menyisip pesan; tersaji bukan untuk dipuji apalagi dihina melainkan tersaji untuk diketahui dan diperbaiki.
Dari judulnya sudah terbersit dalam ingatan bahwa kujang adalah senjata tradisional provinsi Jawa Barat. Senjata ini kenapa dikenal dengan nama Kujang, karena hampir mirip Bentuknya dengan sabit atau celurit. Namun, ada kelainan pada bagian punggungnya yang berlubang. Mulanya senjata ini dipergunakan pada abad ke-4 sebagai alat kebutuhan pertanian. Akan tetapi pada pada abad ke-9 masehi, nilai kujang menjadi sakral. Pada masa ini, kujang dipergunakan sebagai senjata pusaka oleh Raja-raja di tanah Pasundan. Senjata ini diyakini memiliki kekuatan magis, dan sanggup memberi wibawa dan kesaktian bagi pemiliknya.
Kujang adalah senjata yang penuh dengan misteri. Dikatakan demikian karena banyak yang meyakini di dalam Kujang terdapat sebuah kekuatan magis dan sakral. Bagi kebanyakan orang-orang Sunda, Kujang dianggap tak sekadar senjata biasa. Melainkan senjata yang memiliki “kekuatan lain” di luar nalar manusia. Bagi orang-orang Sunda yang tak meyakini adanya kekuatan lain (gaib) dibalik Kujang pun, pasti akan memperlakukan Kujang dengan istimewa. Setidaknya menghargai Kujang sebagai hiasan rumah, bahkan cinderamata. Di sinilah nilai kewibawaan senjata Kujang dibuktikan.
Kujang memang memiliki nilai-nilai filosofi bagi orang-orang Sunda Kuno. Dan proses penciptaannya sangat berkait erat dengan kebutuhan akan kekuatan lain dari sebuah senjata. Muasal Kujang sendiri sebenarnya terinspirasi dari sebuah alat kebutuhan pertanian. Alat ini telah dipergunakan secara luas pada abad ke-4 sampai dengan abadke-7 Masehi. Ketika itu bentuknya lebih mendekati figure arit atau celurit. Barulah pada abad ke-9, wujud Kujang mulai berwujud seperti yang kita lihat sekarang. Sejak itulah image masyarakat soal Kujang telah berubah.
Azimat Raja-Raja
Nilai Kujang sebagai sebuah jimat atau azimat, pertama kali muncul dalam sejarah Kerajaan Padjadjaran Makukuhan. Tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean. Sejak itu, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian. Suatu ketika, Kudo Lalean tengah melakukan tapa brata di suatu tempat. Tiba-tiba sang prabu mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.

Kujang (Senjata Tradisional Orang Sunda)

Jawa adalah salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya pulau ini tidak hanya merupakan “daerah asal” orang Jawa semata karena di sana ada orang Sunda yang berdiam di bagian barat Pulau Jawa (Jawa Barat). Mereka (orang Sunda) mengenal atau memiliki senjata khas yang disebut sebagai kujang. Konon, bentuk dan nama senjata ini diambil dari rasa kagum orang Sunda terhadap binatang kud hang atau kidang atau kijang yang gesit, lincah, bertanduk panjang dan bercabang, sehingga membuat binatang lain takut.

Apabila dilihat dari bentuk dan ragamnya, kujang dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: (1) kujang ciung (kujang yang bentuknya menyerupai burung ciung); (2) kujang jago (kujang yang bentuknya menyerupai ayam jago); (3) kujang kuntul (kujang yang bentuknya menyerupai burung kuntul); (4) kujang bangkong (kujang yang bentuknya menyerupai bangkong (kodok)); (5) kujang naga (kujang yang bentuknya menyerupai ular naga); (6) kujang badak (kujang yang bentuknya menyerupai badak); dan (6) kudi (pakarang dengan bentuk yang menyerupai kujang namun agak “kurus”). Sedangkan, apabila dilihat dari fungsinya kujang dapat pula dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: (1) kujang sebagai pusaka (lambang keagungan seorang raja atau pejabat kerajaan); (2) kujang sebagai pakarang (kujang yang berfungsi sebagai senjata untuk berperang); (3) kujang sebagai pangarak (alat upacara); dan (4) kujang pamangkas (kujang yang berfungsi sebagai alat dalam pertanian untuk memangkas, nyacar, dan menebang tanaman).

Struktur Kujang
Sebilah kujang yang tergolong lengkap umumnya terdiri dari beberapa bagian, yaitu: (1) papatuk atau congo, yaitu bagian ujung yang runcing yang digunakan untuk menoreh atau mencungkil; (2) eluk atau siih, yaitu lekukan-lekukan pada badan kujang yang gunanya untuk mencabik-cabik tubuh lawan; (3) waruga yaitu badan atau wilahan kujang; (4) mata[1], yaitu lubang-lubang kecil yang terdapat pada waruga yang jumlahnya bervariasi, antara 5 hingga 9 lubang. Sebagai catatan, ada juga kujang yang tidak mempunyai mata yang biasa disebut sebagai kujang buta; (5) tonggong, yaitu sisi tajam yang terdapat pada bagian punggung kujang; (6) tadah, yaitu lengkung kecil pada bagian bawah perut kujang; (7) paksi, yaitu bagian ekor kujang yang berbentuk lancip; (8) selut, yaitu ring yang dipasang pada ujung gagang kujang; (9) combong, yaitu lubang yang terdapat pada gagang kujang; (10) ganja atau landaian yaitu sudut runcing yang mengarah ke arah ujung kujang; (11) kowak atau sarung kujang yang terbuat dari kayu samida yang memiliki aroma khas dan dapat menambah daya magis sebuah kujang; dan (12) pamor berbentuk garis-garis (sulangkar) atau bintik-bintik (tutul) yang tergambar di atas waruga kujang. Sulangkar atau tutul pada waruga kunjang, disamping sebagai penambah nilai artistik juga berfungsi untuk menyimpan racun

sejarah kujang

Nilai Kujang sebagai sebuah jimat atau azimat, pertama kali muncul dalam sejarah Kerajaan Padjadjaran Makukuhan dan Panjalu. Tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean(disebut juga Prabu Kuda Lelean di tanah Sunda dan Kerajaan Panjalu Ciamis). Prabu Kuda Lelean / Kudo lalean juga dikenal sebagai Hyang Bunisora dan Batara Guru di Jampang karena menjadi seorang petapa atau resi yang mumpuni di Jampang (Sukabumi).
Sejak itu, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian. Suatu ketika, Prabu Kudo Lalean tengah melakukan tapa brata di suatu tempat. Tiba-tiba sang prabu mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.